Friday, September 24, 2010

Merekayasa PPATK

Tweet To @jodi_santoso




oleh

Jodi Santoso


Penyelesaian skandal dana talangan (bail-out) Bank Century yang sementara ini berhenti sampai proses politik di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) memaksa Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK- The Indonesian Financial Transaction Reports and Analysis Centre (INTRAC) menyampaikan masukan ke BPK dan ke DPR seputar aliran dana. Muncul perdebatan, boleh tidaknya PPATK menyampaikan data hasil analisisnya sebagai data intelijen dan menyangkut kerahasiaan bank ke lembaga lain. Perdebatan tersebut muncul didorong pertanyaan besar jika terjadi dugaan tindak pidana pencucian uang (money laundering) dalam kasus Bank Century apakah PPATK telah menyampaikan ke kepolisian dan kejaksaan dan bagaimana kelanjutan kasusnya.
UU No 15/2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana diubah berdasarkan UU No 25/2003 (UU anti pencucian uang) sendiri telah membatasi tugas dan kewenangan PPATK dalam kaitannya dengan penyampaian data. Setidaknya terdapat 4 (empat) ketentuan yang mengatur yaitu: (1) Pasal 25 ayat (3) menegaskan PPATK dapat melakukan kerjasama dengan pihak terkait sebatas pertukaran informasi, bantuan teknis, dan pendidikan/pelatihan (penjelasan); (2) Pasal 26 huruf b, di mana PPATK dapat memberikan nasihat dan bantuan kepada instansi yang berwenang sesuai ketentuan undang-undang; (3) menyampaikan laporan indikasi tindak pidana pencucian uang pada kepolisian dan kejaksaan, serta (4) meminta laporan perkembangan penyidikan dari kepolisian dan penuntutan dari kejaksaan.
Upaya kerja sama PPATK dengan lembaga lain tidak dapat dilakukan di luar ketentuan yang ada. Memorandum of understanding (MoU) antara PPATK dengan lembaga lain baik dalam maupun luar negeri tidak dapat membuat norma-norma baru di luar ketentuan yang ada.
Terlepas perdebatan dan kelanjutan perkara Bank Century, isu besar yang menyerempet Presiden, Wakil Presiden, Menteri Keuangan tersebut telah membawa PPATK dalam arus politik. Perkara pun sementara berhenti pada proses politik tanpa ada proses hukum. Peran penting PPATK dalam melacak aliran dana di bank dan kewenangannya dalam menerobos kerahasiaan bank menjadikan PPATK sebagai lembaga yang berpotensi berada dalam sebuah rekayasa untuk kepentingan tertentu.

Penguatan Peran PPATK

PPATK sebagai subrezim dari rezim anti pencucian uang di Indonesia dibentuk untuk pencegahan dan memberantas kejahatan lintas negara yang terorganisir seperti terorisme dan pencucian uang. Pendekatan yang digunakan oleh regim anti pencucian uang berbeda dengan pemberantasan tindak pidana biasa yang dilakukan secara konvensional. Pendekatan regim anti pencucian uang adalah mengejar uang atau harta kekayaan yang diperoleh dari hasil kejahatan. Alasan yang mendasari pendekatan tersebut selain lebih mudah mengejar hasil kejahatan dari pada pelakunya juga didasarkan pada alasan bahwa hasil kejahatan merupakan darah yang menghidupi tindak pidana (live bloods of the crime). PPATK sebagai financial intelligence unit (FIU) mempunyai peran strategis dalam memberantas pencucian uang secara preventif maupun represif.
Dalam kedudukan tersebut, dibutuhkan payung hukum yang kuat bagi PPATK untuk menjalankan tugas dan kewenangannya. Meski melakukan tindakan yang hampir sama dengan fungsi penyelidikan, tetapi data intelijen PPATK bukanlah data yang kedudukan dapat disamakan dengan data hasil penyelidikan. Hal demikian sering kali menjadikan kepolisian melakukan penyelidikan ulang dugaan tindak pidana pencucian uang meski ada data yang dihasilkan PPATK. Pada sisi lain, UU tentang Tindak Pidana Pencucian Uang yang ada saat ini menentukan jika ditemukan adanya indikasi terjadinya tindak pidana pencucian uang, hanya kepolisian sebagai penyidik dan kejaksaan sebagai penuntut umum yang berhak menerima data PPATK (Pasal 26 huruf g jo Pasal 27 ayat (1) huruf b).
Untuk lebih mengefektifkan pemberantasan tindak pidana pencucian uang perlu memberikan kewenangan penyelidikan kepada PPATK. Kewenangan penyelidikan yang dilakukan PPATK dapat dilakukan secara bersama dengan penyelidik lain dalam sebuah penyelidikan bersama di bawah koordinasi PPATK. Lebih luas lagi, upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang dalam dilakukan koordinasi antar lembaga penegak hukum sebagaimana diamanatkan Pasal 29 B UU No 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang dengan membentuk Komite Koordinasi Nasional.

Multi Invetigator system

Secara khusus peran PPATK adalah upaya pencegahan dan pemberantasan money laundering. Pengkhususan demikian tidak berarti pencegahan dan pemberantasan money laundering terlepas dari pencagahan dan pemberantasan tindak pidana yang lain. pencegahan dan pemberantasan money laundering menjadi pintu masuk untuk penanggulangan kejahatan secara umum yaitu memberantas kejahatan asal (predicate crime) yang sulit diberantas dengan cara konvensional. Peran PPATK dalam pencegahan dan pemberantasan money laundering dengan sendirinya membantu penegak hukum terutama penyidik dalam sistem peradilan pidana..
Sistem peradilan pidana saat ini mengalami perubahan yang ditandai dengan pemberian kewenangan kepada instansi lain di luar kepolisian sebagai penyidik. Selain KUHAP yang memberikan kewenangan kepada kepolisian dan Pejabat pegawai negeri sipil (PPNS) sebagai penyidik, beberapa undang-undang sektoral juga memberikan kewenangan kepada kementerian/departemen untuk bertindak sebagai penyidik. PNS dari departemen/kementerian ini berwenang menyidik tindak pidana tertentu yanng kemungkinan berkaitan dengan tindak pidana pencucian uang.
Pada sisi lain, dalam UU anti pencucian uang, kewenangan penyidikan hanya diberikan kepada Polri sebagai satu-satunya penyidik yang berwenang melakukan penyidikan tindak pidana pencucian uang. Ketentuan demikian menjadi kendala dalam penegakan hukum jika tidak ada koordinasi antara kepolisian sebagai penyidik tindak pidana pencucian dan penyidik lain yang melakukan penyidikan tindak pidana asal.
Kendala tersebut perlu diperhatikan dalam proses legislasi dengan membuat kebijakan pemencaran penyidikan tindak pidana pencucian uang terhadap penyidik lain selain kepolisian. Dengan demikian, penyampaian data PPATK dan/atau hasil penyelidikan PPATK tidak hanya terbatas pada kepolisian dan kejaksaan saja tetapi dapat juga disampikan kepada penyidik yang melakukan penyelidikan tindak pidana asal yang sekaligus menyidik dugaan tindak pidana pencucian uang.
Penguatan peran dan pemberian kewenangan tambahan kapada PPAT serta pemencaran penyidikan merupakan langkah untuk mengefektifkan pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang. Rekayasa positif membutuhkan kontrol yang kuat baik dalam proses legislasi maupuan penegakan hukumnya.

Sumber: News Letter Komisi Hukum Nasional.











-------------Artikel Lain

* CATATAN AWAL TENTANG R KUHAP (I)

* Memburu Teroris

* Catatan Singkat Politik Hukum Pembaruan Hukum Pidana Materiel Di Indonesia

* Model Grand Jury Dalam KUHAP Mendatang, Mungkinkah?

* Korupsi-uang-hasil-korupsi

* Raisya-dan-agenda-perlindungan-hak-anak

* Komisioner Pilihan (Wakil) Rakyat

* Terorisme dalam Peradilan Pidana

* Pergeseran Makna Terorisme

* Kerahasiaan Data PPATK

* Panwas (dan) Pemilu

* Sistem Hukum Indonesia

* Kegagalan SPP Anak

* proses hukum dalam pemilu

* KPK dan Korupsi---------------------------------

No comments:

PAHLAWAN NASIONAL

crossorigin="anonymous"> ------------- Artikel Lain * Tweets To @jodi_santos * CATATAN AWAL TENTANG R KUHAP (I)...