Wednesday, October 09, 2013
Perppu Kegentingan MK
Oleh
Mohammad Fajrul Falaakh
DALAM studi perbandingan konstitusionalisme, khususnya jurisprudence of constitutional review, kehadiran Mahkamah Konstitusi pada tahap awal memang selalu mengundang kontroversi.
Di kawasan Asia Pasifik, MK Korea Selatan merupakan salah satu contoh yang mengemuka. Akan tetapi, tragedi (mantan) Ketua MK Akil Mochtar tertangkap tangan menerima suap di rumah dinas serta diduga mengonsumsi narkotika dan bahan adiktif di kantor menempatkan Indonesia pada peringkat aneh.
Sebagai barang impor, transplantasi MK di Indonesia tak disemaikan secara baik. Dua di antara bahan racikan penting yang hendak dibenahi adalah perekrutan dan pengawasan hakim konstitusi. Peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perpu) akan digunakan mengatur MK dalam kegentingan.
Thursday, July 18, 2013
Legislasi Parlementer-Trikameral
Oleh:
Mohammad Fajrul Falaakh ;
Dosen Fakultas Hukum UGM,
Yogyakarta
Keberadaan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat,
dan Dewan Perwakilan Daerah tidak menempatkan Indonesia sebagai
penganut tipe parlemen trikameral. Tak ada hubungan fungsional yang
melembaga antara MPR, DPR, dan DPD yang menghasilkan suatu produk
ketatanegaraan. Namun, secara khusus, ”legislasi bidang tertentu”
melibatkan DPR, DPD, dan presiden.
Fenomena trikameralisme ini bersifat ganjil. Presiden-eksekutif dalam sistem presidensial ikut ambil keputusan untuk menghasilkan undang-undang bersama DPR, tanpa DPD. Peran DPD kian tereduksi sejak tahun 2004. Mahkamah Konstitusi sudah memulihkan peran DPD dan DPR berkoordinasi dengan Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai implikasinya (Kompas, 28/5/2013).
Fenomena trikameralisme ini bersifat ganjil. Presiden-eksekutif dalam sistem presidensial ikut ambil keputusan untuk menghasilkan undang-undang bersama DPR, tanpa DPD. Peran DPD kian tereduksi sejak tahun 2004. Mahkamah Konstitusi sudah memulihkan peran DPD dan DPR berkoordinasi dengan Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai implikasinya (Kompas, 28/5/2013).
Memutus “Aliran Darah” Terorisme
Oleh
M Jodi Santoso
M Jodi Santoso
Pada 19 Oktober
2012, The Financial Action Task Force (FATF) merilis Public Statement tentang High-risk and non-cooperative jurisdictions
yang isinya adalah hasil identifikasi terhadap negara-negara yang beresiko
tinggi dan non kooperatif (High-risk and
non-cooperative jurisdictions) dalam melindungi sistem keuangaan
internasional dari pencucian uang dan pendanaan terorisme. FATF dalam Publik Statement tersebut
mengidentifikasi dua kelompok negara. Pertama, negara-negara yang
diminta untuk menerapkan langkah-langkah pemberantasan yaitu Irak dan Korea
Utara. Kedua, negara-negara yang
diminta untuk mempertimbangkan resiko yang ditimbulkan atas kekurangan strategi
anti pencucian uang dan pemberantasan pendanaan terorisme (anti-money laundering and combating the financing of terrorism -
AML/CFT).
Subscribe to:
Posts (Atom)
PAHLAWAN NASIONAL
crossorigin="anonymous"> ------------- Artikel Lain * Tweets To @jodi_santos * CATATAN AWAL TENTANG R KUHAP (I)...
-
UU No 2/Pnps/1964 [Penpres Nomor 2 Tahun 1964 (LN 1964 No 38) yang ditetapkan menjadi undang-undang dengan UU No 5 Tahun 1969 ] tentang TATA...
-
Oleh NURUL HAKIM, S.Ag. Sumber: http://www.badilag.net Pendahuluan Islam adalah agama dan cara hidup berdasarkan syari‟at Allah yang terkand...
-
------------- Oleh Bur Rasuanto Kompas, Rabu, 8 September 1999 KINI sudah menjadi keyakinan umum bahwa cita-cita reformasi mustahil ...